PERANGKAT PENERBANGAN HEBAT PADA
SERANGGA
Bagaimana seekor
ganjur mampu mengepakkan sayapnya 1000 kali per detik? Bagaimana seekor kutu
melompat sejauh ratusan kali ukuran tinggi tubuhnya? Mengapa seekor kupu-kupu
terbang maju sementara sayapnya mengepak ke atas dan ke bawah?
Lalat adalah satu di
antara hewan-hewan yang disebut di dalam Al Qur’an, sebagai satu saja dari
banyak satwa yang mengungkap pengetahuan tak terbatas Tuhan kita. Allah Yang
Mahakuasa berfirman tentang hal ini dalam ayat ke-73 surat Al Hajj:
Wahai manusia! Telah
dibuat suatu perumpamaan. Maka dengarkanlah! Sesungguhnya segala yang kamu seru
selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu
untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka
tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Sama lemahnya yang
menyembah dan yang disembah. (QS. Al Hajj, 22:73)
Otot-otot penerbangan dari banyak
serangga seperti capung mengerut sangat kuat akibat rangsangan yang ditimbulkan
oleh saraf-saraf yang mengendalikan setiap gerakan mereka
Meskipun telah dilakukan
penelitian terkini, walaupun seluruh teknologi telah Allah berikan kepada
manusia, amat banyak ciri makhluk hidup yang masih menyimpan sisi-sisi
menakjubkannya. Sebagaimana pada segala sesuatu yang telah Allah ciptakan,
dalam tubuh seekor lalat memperlihatkan bukti melimpah pengetahuan mahatinggi.
Dengan mengkaji seluk beluknya, siapa pun yang berpikir akan mampu sekali lagi
merenung di atas kekagumannya yang mendalam kepada Allah dan ketaatan
kepadaNya.
Sejumlah
penelitian yang telah dilakukan para ilmuwan terhadap perangkat penerbangan
lalat dan serangga-serangga kecil lainnya diuraikan di bawah ini. Kesimpulan
yang muncul darinya adalah tiada kekuatan acak, coba-coba atau wujud selain
Allah yang mampu menciptakan kerumitan seekor serangga sekalipun.
Otot
terbang dari banyak serangga seperti belalang dan capung mengerut sangat kuat
akibat rangsangan yang ditimbulkan saraf-saraf yang mengendalikan setiap
gerakannya. Pada belalang, misalnya, sinyal-sinyal kiriman setiap saraf
menyebabkan otot-otot terbang mengerut. Dengan bekerja bergantian, tidak saling
berlawanan, dua kelompok otot yang saling melengkapi, yang dinamakan elevator
(pengangkat) dan depresor (penurun), memungkinkan sayap-sayap
terangkat dan mengepak ke bawah. Belalang mengepakkan sayapnya 12 hingga 15
kali per detik, dan agar dapat terbang serangga-serangga lebih kecil harus
mengepakkan sayapnya lebih cepat lagi. Lebah madu, tawon dan lalat mengepakkan
sayap 200 hingga 400 kali per detik, dan pada ganjur dan sejumlah serangga
merugikan yang berukuran hanya 1 milimeter (0.03 inci), kecepatan ini meningkat
ke angka mengejutkan 1000 kali per detik! Sayap-sayap yang mengepak terlalu
cepat untuk dapat dilihat mata manusia telah diciptakan dengan rancangan khusus
agar dapat melakukan kerja yang terus-menerus semacam ini.
Sebuah
saraf mampu mengirim paling banyak 200 sinyal per detik. Lalu bagaimana seekor
serangga kecil mampu mengepakkan sayapnya 1000 kali per detik? Penelitian telah
membuktikan bahwa pada serangga-serangga ini, tidak terdapat hubungan
satu-banding-satu antara sinyal dari saraf dan jumlah kepakan sayap per satuan
waktu.
Pada
perangkat istimewa ini, yang masing-masing diciptakan tersendiri pada tubuh
setiap serangga, tak dijumpai ketidakteraturan sedikit pun. Saraf-sarafnya
tidak pernah mengirim sinyal yang salah, dan otot-otot serangga senantiasa
menerjemahkannya secara benar.
Pada
jenis seperti lalat dan lebah, otot-otot yang memungkinkan terbang bahkan tidak
menempel pada pangkal sayap! Sebaliknya, otot-otot ini melekat pada dada
melalui pengait yang berperan seperti engsel, sedangkan otot-otot yang
mengangkat sayap ke atas melekat pada permukaan atas dan bawah dada. Saat
otot-otot ini mengerut, permukaan dada menjadi rata dan menarik pangkal sayap
ke bawah. Permukaan samping sayap memberikan peran penyokong sehingga
memungkinkan sayap-sayap terangkat. Otot-otot yang menimbulkan gerakan ke bawah
tidak melekat langsung pada sayap, tapi bekerja di sepanjang dada. Ketika
otot-otot ini mengerut, dada tertarik kembali ke arah berlawanan, dan dengan
cara ini sayap tergerakkan ke bawah.
Engsel sayap tersusun
atas protein khusus yang dikenal sebagai resilin, yang memiliki kelenturan luar
biasa. Karena sifatnya jauh mengungguli karet alami ataupun buatan, para
insinyur kimia berupaya membuat tiruan bahan ini, di laboratorium. Saat
melentur dan mengerut, resilin mampu menyimpan hampir keseluruhan energi yang
dikenakan padanya, dan ketika gaya yang menekannya dihilangkan, resilin mampu
mengembalikan keseluruhan energi itu. Alhasil, daya guna (efisiensi) resilin
dapat mencapai 96%. Saat sayap terangkat, sekitar 85% energi yang dikeluarkan
disimpan untuk saat berikutnya; energi yang sama ini kemudian digunakan kembali
dalam gerakan ke bawah yang memberikan daya angkat ke atas dan mendorong sang
serangga ke depan. Permukaan dada dan ototnya telah diciptakan dengan rancangan
istimewa untuk memungkinkan pengumpulan energi ini. Namun, energi tersebut
sesungguhnya disimpan pada engsel yang terdiri atas resilin. Sudah pasti
mustahil bagi seekor serangga, dengan usahanya sendiri, melengkapi diri sendiri
dengan peralatan luar biasa untuk terbang. Kecerdasan dan kekuatan tak
terhingga Allah telah menciptakan resilin istimewa ini pada tubuh serangga.
Untuk penerbangan yang
mulus, gerakan lurus ke atas dan ke bawah saja tidaklah cukup. Agar dapat
memunculkan gaya angkat dan gaya dorong, sayap haruslah pula mengubah sudut
gerakannya di setiap kepakan. Sayap-sayap serangga memiliki kelenturan berputar
yang khas, tergantung jenisnya, yang dimungkinkan oleh apa yang disebut sebagai
direct flight muscles (otot-terbang kemudi), disingkat DFM
yang menghasilkan gaya-gaya yang diperlukan untuk terbang.
Lebah
madu, tawon dan lalat mengepakkan sayap mereka 200 hingga 400 kali per
detik.
Ketika serangga
berupaya naik lebih tinggi di udara, mereka memperbesar sudut sayap mereka
dengan mengerutkan otot-otot di antara engsel-engsel sayap ini secara lebih
kuat. Rekaman gambar berkecepatan-tinggi dan gerak-terhenti memperlihatkan
bahwa selama terbang, sayap-sayap tersebut bergerak mengikuti lintasan
lingkar-telur dan untuk setiap kali putaran sayap, sudutnya berubah secara
teratur. Perubahan ini disebabkan pergerakan yang senantiasa berubah dari
otot-terbang kemudi dan penempelan sayap pada tubuh.
Masalah terbesar yang
dihadapi jenis serangga sangat mungil ketika terbang adalah hambatan udara.
Bagi mereka, kerapatan udara sangat besar menjadi rintangan yang tidak bisa
diremehkan. Selain itu, lapisan penghambat di sekeliling sayap menyebabkan
udara melekat pada sayap dan mengurangi kedayagunaan (efisiensi) terbang. Agar
dapat mengatasi hambatan udara ini, serangga-serangga seperti Forcipomya,
yang lebar sayapnya tak lebih dari 1 milimeter, harus mengepakkan sayap 1000
kali per detik.
Para ilmuwan percaya
bahwa secara teori, kecepatan ini pun tidaklah cukup menahan serangga-serangga
ini tetap di udara, dan mereka pastilah menggunakan perangkat tambahan lainnya.
Pada kenyataannya, Anarsia, sejenis serangga merugikan, menggunakan
cara yang dikenal sebagai 'beat and shake' (mengepak dan menggoyang).
Ketika sayap-sayapnya mencapai titik tertinggi dalam gerakannya ke atas,
sayap-sayap ini saling mengepak dan kemudian membuka ke bawah kembali. Di saat
sayap-sayap ini (dengan jaringan pembuluh darahnya) membuka, aliran udara depan
membentuk pusaran mengitari sayap-sayap tersebut dan dengan kepakan sayap
membantu daya angkat.
Banyak jenis serangga,
termasuk belalang, memperhatikan apa yang ditangkap penglihatannya seperti
garis kaki langit (horizon) untuk menentukan arah terbang dan tujuan akhirnya.
Untuk mengokohkan keseimbangan kedudukannya, lalat telah diciptakan dengan
rancangan yang lebih luar biasa lagi. Serangga-serangga ini memiliki hanya sepasang
sayap, tapi di sisi belakang masing-masing sayap itu terdapat tonjolan
melingkar yang dikenal sebagai halter (pengekang). Meskipun tidak
menghasilkan gaya angkat, pengekang ini bergetar bersama sayap-sayap depan. Di
saat serangga mengubah arah terbangnya, tonjolan sayap ini mencegahnya
menyimpang dari jalur perjalanan.
Seluruh pengetahuan
yang dipaparkan di sini dihasilkan dari penelitian terhadap kemahiran terbang
tiga atau empat jenis serangga saja. Perlu diketahui bahwa keseluruhan jenis
serangga di bumi berjumlah sekitar 10 juta. Dengan mempertimbangkan seluruh
jutaan jenis selebihnya ini, beserta keistimewaan tak terhitung yang
dimilikinya, seseorang pasti semakin bertambah kekagumannya akan kehebatan
Allah yang tak terhingga.
Pemecahan
Masalah bagi Gangguan Vena dari Gen Kutu
Para ilmuwan telah
berhasil memisahkan gen resilin dari lalat buah dan berhasil membuat salinan
protein ini secara alamiah dengan mencangkokkan gen tersebut ke dalam bakteri Escherichia
coli.
Dalam penelitian yang
dilakukan the Australian Commonwealth Scientific and Industrial Research
Organization (CSIRO), (Organisasi Penelitian Ilmiah dan Industri
Persemakmuran Australia), para ilmuwan yang berhasil menemukan gen yang
menghasilkan resilin serangga juga menemukan polimer hebat yang mungkin berguna
dalam penanganan penyakit pembuluh darah vena. Pengkajian yang berawal di tahun
1960-an, yang dipusatkan pada belalang dan capung padang pasir, merupakan
pendorong kuat yang memajukan tahap terpenting ini.
Resilin, yang juga
memberikan kutu kemampuan untuk membuat lompatan luar biasa, melengkapi
belalang dan capung padang pasir, serta serangga lain keahlian bergerak yang
mengejutkan. Berkat zat ini, kutu mampu melompat beratus-ratus kali tinggi
tubuhnya sendiri dan sejumlah lalat dapat mengepakkan sayapnya lebih dari 200
kali per detik.
Untuk
penerbangan yang mulus, gerakan sayap lurus ke atas dan ke bawah tidaklah
cukup. Sayap mesti pula mengubah sudut gerakannya di setiap kepakan.
Sayap-sayap serangga memiliki kelenturan-berputar yang istimewa yang diberikan
oleh otot-otot pengendali penerbangan.
Protein yang diperoleh
dari resilin jauh lebih baik dari produk karet berkualitas tertinggi dalam hal
kemampuannya menahan tekanan dan kembali ke bentuk asalnya. Penelitian yang
berkelanjutan tentang resilin tiruan menunjukkan bahwa protein tersebut tetap
memiliki sifat-sifat ini.
Para ilmuwan
menyatakan keyakinannya bahwa polimer yang didapatkan dari pencangkokkan
gen-gen serangga dapat diterapkan di aneka bidang yang sangat beragam, dari
kedokteran hingga industri. Namun, mungkin yang terpenting dari penerapan ini
adalah penanganan penyakit pembuluh darah arteri pada manusia. Oleh karena
resilin menyerupai protein elastin pada pembuluh vena manusia, para ilmuwan
berharap bahwa penelitian mereka akan memberi vena kelenturan yang terbaharui.
Profesor asal
Inggris Roger Greenhalgh menyatakan bahwa “Penelitian [terhadap resilin]
tampaknya berada pada tahap paling awal, tapi jika kita dapat mengambil sesuatu
yang bagus dari kelenturan kutu tersebut yang bermanfaat bagi manusia, hal itu
akan sangat berkesan“
Sumber : harun yahya.com